Model Pengembangan Kawasan Pelestarian Hutan di Kp. Pasir Angling dengan Konsep Eduwisata dan Integrated Farming

Gambar Lokasi Pengembangan Eduwisata di Kaki Gunung Bukit Tunggul,
Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya

Pemahaman karakteristik khas dan potensi suatu wilayah merupakan landasan penting dalam membuat pemetaan pengembangan kawasan dalam rangka memberdayakan masyarakat. Hal ini, salah satunya, dilakukan oleh Yayasan Walungan yang sampai saat ini berkiprah di Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya. Jika dilihat lebih dalam, Kampung Pasir Angling, ini merupakan sebuah potret perkampungan yang terletak di kawasan DAS (Daerah Aliran Sungai) yang berbatasan langsung dengan Gunung Bukit Tunggul, Gunung tertinggi di kawasan Bandung Utara. Kehidupan masyarakat Angling tentu tidak bisa lepas dengan keberadaan ekosistem hutan yang mata airnya menjadi sumber kehidupan masyarakat termasuk dalam menjalani kegiatan pertanian dan peternakan sapi perah yang dominan di kampung tersebut. Kebergantungan yang erat terhadap ekosistem hutan ini memberikan clue bahwa pemeliharaan sumber mata air dan ekosistem hutan merupakan hal yang sangat vital untuk dijaga agar tercipta suatu keseimbangan dan masyarakat bisa terus melangsungkan kehidupannya secara berkelanjutan.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memiliki kesadaran untuk menjaga keseimbagan lingkungan di kawasan hutan. Selain permasalahan pembuangan kotoran sapi oleh para peternak ke hulu sungai Cikapundung yang berpotensi mencemari kualitas air sungai, keterbatasan lahan pertanian di sekitar kampung juga membuat warga merambah membuka lahan hortikultura ke hutan di Gunung Bukit Tunggul. Terlebih lagi, para petani masih menggunakan praktik pertanian yang menggunakan pestisida dan pupuk kimia sehingga dapat mencemari ekosistem hutan. Kemudian, masyarakat juga tidak mengindahkan peraturan untuk tidak membuang sampah rumah tangga ke hutan dan menebang pohonnya.

Berkaca pada pemetaan karakteristik dan permasalahan klasik Kampung Pasir Angling tersebut, di tahun 2019, Walungan mencoba menginisiasi program pengembangan kawasan pelestarian hutan dengan konsep integrated farming dan eduwisata. Program yang bekerjasama dengan Karang Taruna ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara ekosistem di Gunung Bukit Tunggul sebagai bagian dari pengelolaan wilayah. Harapannya program ini juga memberikan multiplier effect khususnya dalam aspek pendayagunaan sumber daya manusia, pengembangan wisata, dan peningkatan ekonomi masyarakat Angling. Ilustrasi model program tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar Model Pengembangan Kawasan Pelestarian Hutan dengan Konsep Eduwisata dan Integrated Farming di Kampung Pasir Angling

Secara garis besar, pengembangan kawasan dimulai dari penataan area di kaki gunung Bukit Tunggul. Terdapat pembuatan taman wisata yang ditanami berbagai macam komoditas yang awalnya merupakan tempat pembuangan sampah rumah tangga oleh warga. Pembangunan saung pengolahan limbah sapi komunal yang jaraknya tidak jauh dari taman pun dilakukan sebagai upaya mengurangi volume pembuangan kotoran sapi ke hulu sungai sekaligus menggalakkan penggunaan pupuk bokashi sapi di kalangan petani sebagai alternatif pupuk kimia. Agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat dirasakan manfaatnya secara ekonomi oleh masyarakat, lahan-lahan kosong sekitar saung dimanfaatkan dengan integrasi penanaman pohon bernilai ekonomis seperti kopi, pisang, alpukat, jeruk, dan konyal dan tanaman untuk pakan ternak yang nantinya untuk hirilisasi produk. Kemudian, lokasi strategis saung dan taman yang tepat berada di bawah pohon pinus dan di pintu masuk gunung sangat potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi strategis eduwisata. Kawasan ini juga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi pengujung dari luar, mengingat lokasi ini berdekatan dengan adanya Bumi Perkemahan dan wisata alam Batu Ngampar. Adapun Karang Taruna selalu dilibatkan di setiap kegiatannya demi menyalurkan menyalurkan potensi dan bakat mereka yang selama ini “tertidur”.

“Pasir Angling mempunyai potensi wilayah yang luar biasa yaitu hutan, tani, dan ternak. Kami juga ingin merangsang SDMnya. Sekarang, bagaimana caranya kami mengelola itu semua? Bagaimana menyampaikan ke masyarakat untuk menjaga hutan? Hal itu bisa dimulai dari program ini”, ujar Riki Frediansyah sebagai Ketua Yayasan Walungan.

Yang Dikembangkan Di Sini

Taman

Taman ini dahulunya adalah titik di kaki gunung yang dijadikan tempat pembuangan sampah rumah tangga. Kini, dengan bekerjasama dengan Karang Taruna, lahan ini akhirnya disulap menjadi taman sebagai salah satu titik wisata. Sampah-sampah plastik tersebut dikreasikan oleh Karang Taruna menjadi hiasan taman.

Gambar Tempat pembuangan sampah (kiri) dekat area saung yang disulap menjadi taman (kanan)

Saung Pengolahan Limbah Sapi Komunal

Saung komunal didirikan di atas lahan Perhutani dan masyarakat sekitar mempunyai hak olah lahan. Walungan bekerjasama dengan masyarakat untuk menggarap lahan seluas 80 tumbak (1.120 m2) yang dibagi ke dua titik yaitu pembangunan saung untuk mengolah kotoran sapi menjadi produk pupuk bokashi sapi seluas 72 m2 (6 m x 12 m) dan saung rak vermikompos seluas 2 m2 sebanyak 4 buah. Saung pengolahan limbah kemudian dibagi ke dalam beberapa blok yaitu blok fermentasi, pengumpulan pupuk yang sudah matang, penggilingan, dan pengumpulan karung.

Gambar Saung Pengolahan Limbah Sapi Komunal dan Hiasan Saung

Di saung ini juga, tak lupa, terdapat sentuhan seni Karang Taruna yaitu hiasan strobilus di tiang saung. Terdapat pemanfaatan ruang yaitu tempat budidaya anggrek dan rambatan konyal sebagai bentuk konservasi tanaman khas Pasir Angling dan memelihara keanekaragaman hayati. Lebih lanjut, budidaya anggrek ini juga disasarkan untuk pemberdayaan ibu-ibu dan para lansia serta pengembangan pakis sebagai media anggrek.

Lahan sekitar saung

Lahan sekitar saung komunal dimanfaatkan untuk menanam berbagai tanaman yang bernilai ekonomis. Hal ini disebabkan keinginan mengembangkan hilirisasi produk pertanian yang menjadi profit terbesar petani. Tanaman ekonomis yang ditanam yaitu kopi, konyal manis yang khas Angling, jeruk lemon, pisang nangka, alpukat, pisang ambon, pisang cavendis, dan rumput pakan ternak. Untuk menambah keindahan, ditanami pula berbagai tanaman hias seperti bougenville, sansiviera, dan edible flower, dan lainnya. Adapula beberapa bibit tanaman sumbangan dari UNPAD yang ditanam di sini.

Tempat Peristirahatan

Konsep tempat wisata, tentu tidak lepas dengan adanya area peristirahatan bagi pengunjung. Oleh karena itu, persis di samping saung, beberapa tempat duduk dan m eja yang terbuat dari bambu dibangun untuk pengunjung. Pengunjung dapat menikmati keindahan alam di bawah pohon pinus sembari menikmati produk-produk khas Pasir Angling. Selain itu, tempat ini juga dijadikan tempat kumpul bagi Karang Taruna untuk memperkuat bonding.

Penerapan Model Integrasi Tani Ternak

Terciptanya keseimbangan ekosistem merupakan sasaran utama dari program ini. Oleh karenanya, dengan banyaknya potensi di Kampung Pasir Angling diantaranya pertanian kopi, hortikultura, dan peternakan sapi perah, Walungan mencoba menerapkan model integrasi tani ternak di sekitar saung untuk mendukung terciptanya ekosistem yang seimbang dari segi diversitas spesies, siklus nutrisi, dan habitat yang heterogen. Sistem integrasi tani ternak sendiri merupakan sistem yang berkelanjutan (sustainable) dimana setiap komponen dari suatu subsistem dimanfaatkan untuk sistem lainnya sehingga saling menguntungkan, efisien, dan tidak ada output/limbah yang terbuang.

Gambar Sistem Integrasi Tani Ternak : Antara Pupuk Organik, Kaliandra, Kopi dan Pisang

Limbah kotoran sapi dari sistem peternakan sapi perah yang menjadi masalah di Kp. Pasir Angling dimanfaatkan menjadi pupuk bokashi dan vermikompos melalui adanya saung pengolahan kotoran sapi. Pupuk ini selanjutnya digunakan sebagai input sistem pertanian ke tanaman kopi yang ditanam di sekitar saung dan gunung sehingga dapat mensubsitutsi sebagian kebutuhan pupuk kimia, mengurangi cost produksi bagi petani, dan menyuburkan tanah. Di area dekat taman, diupayakan penanaman kaliandra (C. calothyrsus) yang berfungsi sebagai sumber alternatif pakan ternak sapi perah selain rumput gajah yang ketersediaannya tidak menentu sesuai perubahan musim. Bunga dari tanaman kaliandra memiliki keuntungan yaitu berbunga sepanjang musim sehingga menjadi sumber nektar melimpah yang akan menarik lebah. Kehadiran lebah ini dapat membantu penyerbukan tanaman kopi di sekitar saung dan membantu mengusir hama kutu sehingga meningkatkan jumlah biji dan kualitas kopi.

“Dari 8 kg buah kopi yang dipetik, 3 kg tidak terpakai karena ada kutu. Kalau diolah, biji kopi ini akan rasa asam kopinya. Minimal dengan integrasi lebah ini kita bisa menciptakan keseimbangan ekosistem yang meningkatkan produktivitas kopi”, ujar Riki Frediansyah.

Selain itu, tanaman kaliandra yang ditanam dekat tanaman jeruk dan pisang dapat membawa manfaat yaitu meningkatkan kesuburan tanah karena pohon kaliandra termasuk ke dalam leguminosa (kacang-kacangan) yang akarnya dapat mengikat nitrogen. Manfaat lain yaitu daun pohon kaliandra dapat dijadikan pestisida alami untuk mengusir hama keong pada sayur-sayuran.

Menyalurkan Energi Karang Taruna


Gambar
Foto Bersama Karang Taruna Kampung Pasir Angling

Dalam pemberdayaan masyarakat, keberadaan Karang Taruna sangat penting sebagai sumber energi produktif bagi suatu kampung. Oleh karena itu, pengembangan kawasan eduwisata ini melibatkan 24 orang karang taruna yang terdiri dari 12 pemuda dan 12 pemudi karang taruna yang terdiri dari berbagai umur. Mereka dilibatkan dari awal pembangunan program hingga pengelolaan saung sehari-hari seperti melakukan aktivitas menyiram tanaman, membuat kerajinan, dan memproduksi pupuk kompos. Selain itu, mereka juga diberikan beberapa pelatihan seperti Kegawatdaruratan.

Awalnya, Pendayagunaan karang taruna dilatarbelakangi oleh kekhawatiran terhadap kurangnya partisipasi pemuda-pemudi dalam kegiatan bermasyarakat yang rata-rata merupakan anak putur sekolah. Keberadaan Kampung yang jauh dari wilayah perkotaan juga membuat para remaja kekurangan tempat untuk menyalurkan minat dan bakatnya dan melakukan kegiatan sosial yang bermanfaat. Ditambah lagi, sebagian besar warga Pasir Angling yang berprofesi sebagai petani dan peternak telah berusia 40 tahun ke atas sehingga cukup sulit untuk dikerahkan dalam melakukan suatu kegiatan kemasyarakatan. Namun, dengan adanya aktivitas pengelolaan di saung, Karang Taruna sedikit demi sedikit dapat menumbuhkan ide-ide kreatifnya dan mengalirkan energi positifnya.

“Awalnya pemuda-pemudi disini tidak mau meneruskan kampung karena prospek. Mereka asalnya main ke jalan, main motor-motoran. Ini juga menjadi kekhawatiran orang tua. Namun saya terus edukasikan bahwa siapa lagi yang akan mengurus Kampung kita. Ada pemuda-pemudi disini maka harus bisa mengurus kampung sebesar ini. Alhamdulillah, saung kompos ini menjadi tempat menyalurkan kegiatan mereka ke arah yang lebih bermanfaat”, tutur Kang Aji, Ketua Karang Taruna.

Gambar Keterlibatan Karang Taruna dalam Kegiatan Pembuatan Taman, Pengolahan Kotoran Sapi, dan Aplikasi Bokashi Sapi ke Tanaman

Ketua Walungan, Riki Frediansyah juga selalu mengingatkan kepada Karang Taruna bahwa potensi Kampung Pasir Angling sangat berlimpah dan mendorong mereka untuk menjaga dan terus mengembangkan wilayahnya.

“Bagi saya mereka mau turun saja untuk mengelola saung, sudah senang. Saya suka menanamkan kepada mereka bahwa rezeki sudah ada di kaki kalian sendiri. Dengan aktivitas di saung kompos yang mengisi kegiatan mereka dan bisa menambah penghasilan tambahan. Setidaknya, Karang Taruna dapat merasakan perlunya mengelola Kampung Pasir Angling”, ujar Kang Riki.

Membangun Keseimbangan


Sebuah wilayah dengan sumberdaya alam yang tersedia udara, tanah, air dan lainnya yang mendukung sebuah perekonomian masyarakat sekitarnya sangat vital untuk dijaga. Gunung Bukittunggul yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Pasir Angling sudah selayaknya menjadi sumberdaya alam yang tidak boleh dirusak. Dengan menjaga alam dan lingkungan maka ketahanan lingkungan dan keseimbangan ekosistem akan terbentuk. Hal ini mendorong suatu perekonomian pedesaan, termasuk aspek pertanian dan peternakan, yang berkelanjutan (sustainable).

Pembangunan kawasan pelestarian hutan merupakan kesatuan komponen-komponen yang bermuara pada penjagaan kawasan hulu yaitu hutan dan mata air. Dari upaya yang dilakukan terlihat bahwa elemen-elemen saling berinteraksi dengan harmonis. Pengolahan limbah ternak yang diintegrasikan dengan pertanian, penggunaan limbah pertanian untuk pupuk dan penataan limbah rumah tangga (3R) merupakan cara untuk mengurangi pencemaran, meminimalkan input dari luar seperti pupuk dan pestisida kimia, dan memberdayakan ekonomi masyarakat. Terlebih lagi, lokasi ini dapat dijadikan tempat edukasi lingkungan, agama, seni, dan budaya bagi anak-anak sekitar. Sinergitas antarpihak dalam program ini pun terlihat yaitu dengan adanya keterlibatan Karang Taruna dan beberapa warga. Para pihak yang meliputi masyarakat, pemerhati lingkungan, pemerintah dan lainnya baik individu ataupun kelompok, harus bersatu untuk memelihara alam, sesuai dengan perannya masing-masing.

Dalam menciptakan keseimbangan ekosistem, perhitungan daya dukung lingkungan (carrying capacity) suatu kampung/desa juga menjadi alat ukur penting dimana sumber daya yang ada seperti luas lahan tani, jumlah ekor ternak, debit air untuk pertanian dan peternakan harus seimbang dengan kebutuhan dan jumlah penduduk di suatu desa. Selain itu, keterkaitan erat antara lingkungan dengan pertanian dan peternakan harus diperhatikan. Komponen lingkungan yaitu suhu, kelembaban, curah hujan, tekanan udara, arah angin dan kondisi lingkungan yang terekam dengan alat cuaca (AWS) harus dihubungkan dengan kecocokan komoditi pertanian dan peternakan sehingga didapat kapan waktu menanam, kapan komoditi tertentu ditanam, kapan waktu mengawinkan ternak, dan seterusnya.

 

Penutup

Realisasi model pengembangan kawasan pelestarian hutan ini yang merupakan capaian Walungan tahun 2019 yang sedikit demi sedikit mengalirkan manfaat ke beberapa aspek kehidupan. Diharapkan, masyarakat lainnya dapat berkontribusi lebih banyak dan menumbuhkan rasa kepeduliannya terhadap alam dan Kampung Pasir Angling itu sendiri. Para peternak mau dilibatkan untuk mengolah kotoran sapinya dan para petani berupaya tidak lagi membuka lahan pertanian di hutan serta menggunakan pupuk kimia.

#Menjaga hutan, menjaga alam, tercipta keseimbangan

 

Author Profile

Fakhira Rifanti Maulana, M.Sc.
Fakhira Rifanti Maulana, M.Sc.
Ketua Tim Kesekretariatan dan Humas. Periset Pertanian. Meraih gelar Sarjana dari jurusan Rekayasa Pertanian ITB pada 2017. Meraih gelar Master di bidang Biosystems Engineering di Wageningen University and Research, Belanda, pada 2024.

Post a comment