Transformation of Post-Authoritarian Rural Development in Indonesia : A Study of Farmer-Breeder Community Development in West Bandung Regency

Rahmalia Rifandini – Sociology Undergraduate Program, Universitas Indonesia.

Abstrak

Gagasan pembangunan desa pascaotoritarian dipandang sebagai transformasi pembangunan desa, karena tidak lagi menempatkan desa sebagai objek pembangunan yang ditandai adanya tuntutan penyusunan instrumen pembangunan desa. Namun secara praktik, instrumen pembangunan tersebut ternyata tidak mengakomodasi perbaikan produktivitas pertanian dan peternakan, seperti yang terjadi di Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Dengan menggunakan perspektif pembangunan kritis, tulisan ini berpandangan bahwa transformasi pembangunan desa dapat berlaku apabila tidak terbatas pada perubahan strategi kebijakan publik, melainkan melingkupi perubahan sosial di berbagai sektor kehidupan masyarakat desa. Argumen tulisan ini ialah transformasi pembangunan desa—yang memiliki karakteristik pemberdayaan—dapat tercapai apabila terdapat penempatan elemen masyarakat sipil sebagai pihak yang menginisiasi artikulasi kebutuhan dan mengaktif kan kesadaran petani-peternak dalam praktik pembangunan desa. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualititatif dalam mendeskripsikan pemberdayaan petani-peternak di Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Abstract

The idea of post-authoritarian rural development is seen as the transformation of rural  development since it no longer places the village as an object of development characterized by the demand for the preparation of rural development instruments. However, in practice, the development instruments do not result in the improvement of agricultural and livestock productivity as it happened in Kampung Pasir Angling, Suntenjaya Village, West Bandung Regency, West Java. Using a critical development perspective, the study argues that rural development transformation may apply if not limited to changes in public policy strategies, but rather to the social change in various sectors of rural life. This article argues that the transformation of rural development—which has the characteristics of empowerment — can be achieved when there is a placement of the civil society element as the party that initiates the articulation of needs and activates the consciousness of farmer-breeders in the practice of rural development. This article was written based on a qualitative research in describing the community development of farmer-breeders in Kampung Pasir Angling, Suntenjaya Village, West Bandung Regency, West Java.

Keywords: community development; social transformation; West Bandung

Penelitian ini menjelaskan bagaimana gagasan dan praktik pembangunan desa pasca Orde Baru. Lahirnya Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 seakan menandakan transformasi bagi desa untuk menapaki kehidupan yang lebih baik. Desa yang sekian lama kehendaknya digiring oleh negara, maka setelah kelahiran Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 kehendak pembangunan diserahkan kepada desa. Ditambah pula adanya pergeseran paradigma yang mengarah pada paradigma pembangunan alternatif.

Dalam konteks Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014, penelitian ini secara lebih fokus memotret kehidupan Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya, Kabupaten Bandung Barat yang berdaya dari sektor pertanian hortikultura dan peternakan sapi perah. Tujuannya untuk menggambarkan bagaimana wujud perbaikan yang digagas Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 terhadap kehidupan komunitas petani-peternak di Kampung Pasir Angling. Hasil yang ditunjukkan dalam penelitian yaitu penggunaan paradigma pembangunan alternatif pada Undang-Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 masih bersifat problematis. Pasalnya, minimnya partisipasi gagasan petani-peternak dalam merumuskan kehendak pembangunan desa, di mana pada prosesnya prioritas pembangunan yang dipilih berdasarkan kebutuhan perangkat desa setempat.

Disamping itu, penelitian ini juga mendeskripsikan sisi permasalahan kehidupan petani-peternak Kampung Pasir Angling yang sepenuhnya bergantung pada produktivitas sayur-sayuran dan perahan susu sapi. Dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa banyak praktik produksi pertanian dan peternakan yang tidak memerhatikan daya dukung lingkungan. Misalnya, tingginya aktivitas petani yang menggunakan pupuk kimia dan tidak memerhatikan kecocokan tanaman dengan kondisi tanah serta menemukan intensitas limbah sapi perah yang dibuang ke Sungai Cikapundung setiap harinya. Penelitian ini mengamati keberadaan elemen masyarakat sipil, yaitu Yayasan Walungan dalam mendampingi petani-peternak Kampung Pasir Angling. Dari hasil pengamatan tersebut dikemukakan sejumlah asumsi yang berlaku dalam praktik pembangunan desa, khususnya mengenai pendekatan dan bentuk kegiatan yang diterima masyarakat secara berkelanjutan.

Penelitian ini dapat dibaca selengkapnya dan diunduh dengan mengklik tautan di bawah ini : http://journal.ui.ac.id/index.php/mjs/issue/current

Post a comment