Menanti Bertanam Kopi, Mengawal Konservasi Hayati

Setelah rehat selama setahun, Walungan kembali melanjutkan aktivitas penanamannya dalam program Sedekah Bumi. Kali ini, Rabu, 31 Juli 2024, sepuluh penggerak Walungan beserta beberapa warga Pasir Angling melakukan penanaman pendahuluan beberapa bibit kopi Arabica di area Gantari yang terletak di sekitar kaki gunung Bukit Tunggul, Desa Suntejaya, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Rencananya, kami akan memulai kembali program Sedekah Bumi pada permulaan musim hujan mendatang.

Sejak berjalan dari Rumah Baca Bale Ihya di Pasir Angling, kami membawa bibit kopi Arabica yang kami semai sendiri. Bibit ini merupakan simbol niat yang tulus dalam keikutsertaan penanaman pohon tegakkan di kawasan Bandung utara. Secara garis besar, kawasan ini mengalami pengurangan jumlah pohon tegakkan yang cukup signifikan dalam dua dekade terakhir ini.

Setelah satu jam kami berjalan santai dari Bumi Perkemahan Bincarung, tibalah kami di area Gantari yang dekat dengan Curug Cibodas. Nama “Gantari” sendiri bermakna tempat matahari bersinar. Di tempat ini, sang surya kerap menyinari lahan dengan ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut. Kini, area Gantari berstatus sebagai hutan sosial milik Perhutani.

“Hutan Sosial” merupakan konsep pengelolaan hutan milik Perum Perhutani yang melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Secara formal, konsep ini berjuluk Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, konservasi dan pelestarian hutan, serta pemberdayaan masyarakat. Harapannya, konsep Hutan Sosial ini mampu memberikan manfaat secara ekonomi, lingkungan, dan sosial bagi masyarakat dan Perhutani.

Kawasan Bandung Utara masih membutuhkan jutaan bibit pohon tegakkan untuk memulihkan fungsinya sebagai kawasan tangkapan air hujan bagi daerah aliran sungai di bawahnya. Salah satu pohon tegakkan yang dipilih adalah kopi. Selain berfungsi ekologis, tanaman ini juga diharapkan bermanfaat secara ekonomis. Pemilihan tanaman kopi sendiri disesuaikan dengan lingkungan di sekitar kaki Gunung Bukit Tunggul yang bersuhu relatif rendah, tingkat kelembaban yang relatif tinggi, serta ketinggian dataran di atas 1.400 meter di atas permukaan laut.

Di kawasan Suntenjaya, sudah sejak lama masyarakat membudidayakan salah satu jenis kopi Arabica dengan berbagai sub-spesiesnya. Salah satunya adalah subspesies Typica yang dominan ditanam di area ini sejak zaman kolonial Belanda. Masyarakat mengenal kopi ini sebagai “Kopi Buhun”, yang berarti kopi antik, sepuh, dan ranum.

Kami menanam di area hutan sosial yang sebagian lahannya sudah ditanami kopi. Sebagian kopi yang telah ditanam oleh pengelola awal sudah mulai berbuah. Meskipun jumlah panennya masih minimum, tetapi para pemuda desa memetiknya dengan penuh semangat dan antusias. Mereka memilih buah-buah terbaik berwarna merah kehitaman dari sebagian pohon kopi di lahan tersebut. Setelahnya, buah-buah tersebut diangkut ke lokasi pemrosesan untuk diolah dengan cara natural dan winy.

Para pemuda Pasir Angling cukup gembira melihat hasil olahan kopinya. Mereka berharap dapat mengolah kopi dengan skala yang lebih besar pada tahun-tahun selanjutnya, insyaAllah.

Menyambut musim hujan mendatang, pembibitan sudah semestinya dilakukan sejak saat ini. Selayaknya, kita mampu menanam pohon tegakkan yang lebih banyak. Pada masa yang akan datang, pohon-pohon ini mampu meningkatkan konservasi resapan air yang lebih terjaga di sekitar aliran sungai di bawahnya. Walungan sendiri bersama para pemangku kepentingan lainnya akan terus melanjutkan penelitian dan edukasi soal lingkungan bagi masyarakat, insyaAllah.***

Author Profile

Herman Soetomo
Herman Soetomo
Penikmat kopi, penggandrung konservasi.

Post a comment

Discover more from Walungan

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading