Pakan merupakan aspek yang dominan dalam aktivitas peternakan. Dalam konteks biaya, aspek pakan menghabiskan 60-70 persen dari total keseluruhan biaya. Oleh karena itu, para peternak harus mampu mengenali lingkungan dan alam di sekitarnya dan memanfaatkannya secara berkelanjutan untuk mendukung operasional peternakan sekaligus menghasilkan panen ternak yang berkualitas.
Berdasarkan catatan Riki Frediansyah, kepala Divisi Peternakan Walungan, pengelolaan pakan yang baik mampu menjaga potensi genetik ternak dan menghasilkan panen yang berkualitas. Bagaimana pun, pakan yang berkualitas dan cukup secara kuantitas turut memperbesar energi ternak. Energi ini akan disimpan dalam bentuk daging. Dengan kata lain, pakan yang berkualitas akan meningkatkan kualitas dan ukuran daging ternak. Sebaliknya, manajemen pakan yang buruk justru akan menghilangkan potensi genetik ternak yang tinggi dan menciutkan ukuran daging.
Secara umum, pakan ternak Ruminansia terdiri dari konsentrat dan hijauan. Beberapa contoh sumber hijauan, antara lain: Rumput Odot, Rumput Taiwan, Rumput Gajah, dan tanaman kacang-kacangan. Adapun alternatif pakan hijauan lainnya biasanya dari tanaman Leguminosa, beberapa di antaranya: Indigofera, Kaliandra, dan Arachis hypogea.
Para peternak harus mampu memilih dan memilah tanaman yang baik untuk ternaknya. Umumnya, para peternak sapi lebih memilih Rumput Odot lantaran kadungan proteinnya yang tinggi, sebesar 17-19 persen. Kelebihan lainnya, Rumput Odot juga bertekstur lunak, sehingga hewan ternak Ruminansia mudah untuk mengunyahnya sampai habis.
Hal ini berbeda dengan Rumput Taiwan yang bertekstur agak keras, sehingga kerap menyisakan 20-30 persen pakan. Oleh karena itu, para peternak yang menghidangkan Rumput Taiwan kepada ternaknya, disarankan untuk memotong-motongnya terlebih dahulu sampai ukurannya kecil dan mudah dikonsumsi. Khusus untuk sapi, pakan yang sulit dikunyah justru akan menyebabkan trauma pada hewan yang satu ini.
Sebaiknya, peternak mampu menghasilkan Pakan Hijauan Ternak secara mandiri. Khusus untuk Rumput Odot, lahan seluas sekitar 31 meter persegi mampu memenuhi kebutuhan pakan seekor domba. Tentunya, budidaya Rumput Odot ini harus memenuhi persyaratan agar panen yang dihasilkan mampu memberikan pakan yang terbaik. Tata cara penanaman Rumput Odot ini bisa dilihat dalam Catatan “Mengenal Rumput Odot dan Peluangnya dalam Konteks Pertanian Terintegrasi“.
Ketersediaan pakan hijauan ternak di alam biasanya ditentukan oleh musim dan iklim di suatu wilayah. Pada musim hujan, jumlah pakan hijauan akan melimpah seiring banyaknya curahan air dari langit. Sebaliknya, pada musim kemarau, pakan hijauan ternak akan susut, sehingga jumlahnya seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan pakan hewan ternak.
Dalam hal ini, Riki Frediansyah bersama tim divisi peternakan di Walungan berusaha mengimplementasi teknologi pembuatan pakan. Tujuannya, limpahan pakan hijauan ternak pada musim hujan mampu disimpan secara jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan konsumsi hewan ternak pada musim kemarau. Setidaknya, ada dua teknologi pembuatan pakan yang sedang dilakoni Walungan, yaitu: Hay dan Silase.
Silase dan proses pembuatannya bisa dilihat dalam Catatan “Mengenal Silase, Teknik Pengawetan Pakan Hijauan untuk Hewan Ternak“. Adapun Hay merupakan pakan berbentuk kering dengan kadar air 20-30 persen berbahan dasar rumput-rumputan dan Kaliandra. Proses pembuatannya terdiri dari dua metode dengan cara yang cukup sederhana.
Pertama, Metode Hamparan. Caranya, hamparkan hijauan yang sudah dipotong-potong di tempat terbuka dan terpapar sinar matahari secara penuh. Jemur hijauan ini selama tiga jam, dari jam delapan hingga jam sebelas. Pada jam-jam tersebut, paparan sinar matahari cukup hangat, tetapi tidak terlalu terik. Selama penjemuran, bolak-balikan hijauan ini agar paparan sinar mataharinya cukup merata. Lakukan proses penjemuran ini setiap hari hingga hijauan berwarna kecokelatan dengan kadar air 20-30 persen.
Cara kedua berjuluk Metode Pod. Metode ini diawali dengan menjemur pakan hijauan selama satu hingga tiga hari hingga kadar airnya sekitar 50 persen. Kemudian, taruh pakan hijauan ini di rak penyimpanan hingga kadar airnya mencapai 20-30 persen.
Khusus Metode Pod ini, hijauan harus dipanen menjelang berbunga. Kondisi ini membuat hijauan ini berkadar protein tinggi, berserat kasar, dan kandungan airnya optimal. Kondisi ini juga menekan potensi berjamur ketika diproses menggunakan Metode Pod. Jamur sendiri bisa menyebabkan turunnya kualitas pakan, sehingga mengurangi tingkat kesukaan ternak pada pakan tersebut. Setelah Hay kering, simpan di gudang penyimpanan pakan dan pergunakan ketika suplai pakan hijauan mulai terbatas.
Selain makanan pokok, Riki dan Divisi Peternakan Walungan juga mengeksplorasi Pakan Pemacu untuk ternak Ruminansia. Bahannya pun cukup terjangkau. Pertama, rumput atau hijauan yang sudah dijemur selama dua jam. Bahan kedua berupa air matang sebanyak 20 liter; Kunyit, Temulawak, Daun Sirih, Tetes Tebu, dan Gula merah masing-masing sebanyak satu Kilogram; Jahe dan Asam Jawa masing-masing setengah Kilogram, serta EM4 sebanyak 10 Milliliter.
Semua bahan tersebut dicampur dan didiamkan selama 20 hari dalam wadah yang kokoh dan kedap udara. Setiap tiga hari sekali, tutup wadahnya dibuka untuk mengeluarkan gas. Setelah panen, campurkan 10 milliliter Pakan Pemacu ke dalam pakan ternak untuk porsi seekor hewan. Bisa juga dimasukkan ke dalam seekor ternak setiap pekannya sebanyak 100 milliliter.***