Mengenal Koperasi sebagai Identitas Ekonomi Manusia Indonesia

Berbicara tentang perekonomian rakyat, banyak orang akan mengarahkan perbincangan kepada Koperasi. Di Indonesia, konsep ini banyak digagas sejak Indonesia merdeka oleh Mohammad Hatta, proklamator kemerdekaan sekaligus wakil presiden pertama Republik Indonesia. Meskipun demikian, keberadaan koperasi baru diakui secara administratif negara dengan terbitnya Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Peraturan tersebut diperbaharui pada tahun 2012 dengan disahkannya Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

Lalu, apa itu koperasi? Apa yang membedakan koperasi dengan perusahaan pada umumnya? Dan benarkah koperasi bisa membangun perekonomian rakyat Indonesia?

Secara definisi, Koperasi berasal dari kata Cooperation dalam bahasa Inggris yang berarti bekerja bersama. Lebih lanjut, International Cooperative Alliance (ICA) mendefinisikan koperasi sebagai perkumpulan mandiri dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya secara bersama-sama melalui sebuah perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis.

Mohammad Hatta sendiri menggambarkan koperasi sebagai bentuk dari demokrasi ekonomi dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat (Subandi, 2008). Disebut demokrasi ekonomi, karena di dalamnya, para anggota koperasi berserikat untuk saling memenuhi kebutuhannya secara kelompok dengan pengelolaan berlandaskan musyawarah dan mufakat. Dalam buku Ideologi Koperasi: Menatap Masa Depan, Y. Harsoyo, dkk. (2006) mengutip penjelasan Bung Hatta tentang koperasi sebagai bentuk usaha yang berdasarkan azas kekeluargaan yang para anggotanya menjadi suatu keluarga dan menimbulkan rasa tanggung jawab bersama, sehingga di dalamnya tidak ada majikan dan buruh. Hal ini selaras dengan pidato Bung Hatta di Radio Republik Indonesia (RRI) pada Hari Koperasi tahun 1951 yang dilansir dari Detik.com (11 Juli 2023), “Segala yang bekerja adalah anggota dari koperasinya, sama-sama bertanggung jawab atas keselamatan koperasinya itu. Sebagaimana orang sekeluarga bertanggung jawab atas keselamatan rumah tangganya, demikian pula para anggota koperasi sama-sama bertanggung jawab atas koperasi mereka. Makmur koperasinya, makmurlah hidup mereka bersama, rusak koperasinya, rusaklah hidup mereka bersama.”

Meskipun Hatta banyak mengenalkan koperasi ke masyarakat Indonesia, tetapi gerakan koperasi sudah ada jauh sebelum beliau lahir. Dr. Itang (2016) dalam Pemikiran Ekonomi Koperasi Mohammad Hatta: Relevansinya dengan Etika Ekonomi Islam menyebutkan bahwa cikal bakal koperasi lahir di Inggris pada tanggal 12 Desember 1844. Kala itu, 28 pekerja pabrik tekstil berkumpul dan membentuk Rochdale Society serta mendirikan toko kecil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para anggotanya. Akhirnya, Koperasi Rochdale tersebut mengalami kemajuan pesat yang ditandai dengan pembangunan usaha perumahan, pendirian pabrik, serta penguatan pengetahuan para anggota dan pengurusnya. Delapan tahun setelahnya, muncul 100 koperasi lainnya di Inggris. Jumlah tersebut meningkat hingga mencapai 1.439 koperasi pada tahun 1900.

Dr. Itang (2016) menyebutkan bahwa koperasi Rochdale berhasil meletakan landasan asas koperasi kepada para anggotanya. Asas-asas tersebut kemudian dikenal sebagai Prinsip-prinsip Rochdale yang menitikberatkan kepada delapan prinsip, antara lain: Keanggotaan bersifat sukarela, satu anggota memiliki satu hak suara, netral terhadap politik dan agama, pembelian dan penjualan secara tunai, pembagian keuntungan berlandaskan jasa anggota, harga penjualan disamakan dengan harga pasar, kualitas barang harus dijamin, serta pendidikan bagi anggota koperasi.

Berangkat dari karakter koperasi tersebut, ICA mendefinisikan enam nilai dan tujuh prinsip koperasi. Keenam nilai koperasi sendiri adalah: saling tolong menolong, saling bertanggung-jawab, demokratis, setara, sama, dan solidaritas. Dari definisi tersebut, ICA menurunkannya menjadi enam nilai koperasi, yaitu: saling tolong menolong, saling bertanggung jawab, demokratis, setara, sama, dan solidaritas. Adapun, ketujuh prinsip koperasi, yaitu: keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; dikendalikan oleh anggota secara demokratis; anggota harus berpartisipasi secara ekonomi; bersifat mandiri dan merdeka; tersedia edukasi, pelatihan, dan informasi untuk anggota; kerjasama antar koperasi; serta kepedulian terhadap masyarakat. Masyarakat Indonesia bisa menerjemahkan koperasi ke dalam bahasa yang lebih sederhana berupa usaha dari anggota, untuk anggota, dan oleh anggota.

Di tingkat global, ICA menyebutkan ada sekitar tiga juta koperasi. Dari jumlah tersebut, ICA melalui World Cooperative Monitor (WCM) menyaring 300 di antaranya berdasarkan kinerja finansial, manajerial, dan organisasi teratas. Hasilnya, pada tahun 2022, ada tujuh kelompok bidang aktivitas dari 300 koperasi teratas di dunia. Koperasi terbanyak bergerak di bidang asuransi berjumlah 101 koperasi, dan disusul oleh koperasi di bidang industri pertanian dan makanan sejumlah 100 koperasi. Aktivitas di bidang perdagangan retail dan grosir terbanyak ketiga sejumlah 59 koperasi, dan layanan keuangan terbanyak keempat dengan 26 koperasi. Aktivitas koperasi di bidang utilitas dan industri sebanyak 9 koperasi, disusul koperasi di bidang pekerjaan sosial, kesehatan, dan pendidikan sejumlah 3 koperasi, serta sebanyak dua koperasi di bidang lainnya.

Dari 300 koperasi teratas tersebut, Amerika Serikat memiliki jumlah terbanyak dibandingkan negara lainnya, yaitu mencapai 71 koperasi. Negara-negara di Eropa juga memiliki koperasi yang masuk daftar koperasi dunia, di antaranya: Perancis sebanyak 42 koperasi, Jerman sebanyak 31 koperasi, Belanda sebanyak 17 koperasi, dan Italia sebanyak 14 koperasi. Di Asia-Pasifik, Jepang memiliki 22 koperasi yang mendunia. Sedangkan negara-negara lainnya hanya memiliki kurang dari lima koperasi yang masuk dalam peringkat koperasi Top 300 ini.

Dalam daftar yang diterbitkan di situs monitor.coop, 300 koperasi tersebut mencetak omset sepanjang 2020 hingga mencapai USD 2,17 triliun. Tercatat, koperasi konsumen di bidang layanan finansial bernama Groupe Crédit Agricole menempati posisi tertinggi Top 300 dengan omset senilai USD 88,97 miliar. Koperasi yang berasal dari Perancis tersebut memiliki pegawai hingga mencapai 142 ribu orang.

Sayangnya, belum ada koperasi Indonesia yang menyentuh capaian Top 300 tersebut. Di Asia Tenggara, hanya dua koperasi di Singapura dan satu koperasi Malaysia yang masuk ke daftar 300 koperasi terbesar dunia tersebut. Ketiganya adalah NTUC Fairprice Co-Operative Ltd dengan omset USD 3,27 milyar di bidang perdagangan grosir dan retail dengan pegawai lebih dari 14 ribu orang; NTUC Income dengan omset USD 3,09 milyar di bidang asuransi; serta Bank Kerjasama Rakyat Malaysia Berhard dengan omset USD 1,56 milyar di bidang layanan keuangan.

Meskipun demikian, peluang koperasi di Indonesia terbuka sangat lebar. Aspek sosial dan kultural masyarakat Indonesia yang berlandaskan gotong royong dan gemar menolong sangat selaras dengan prinsip koperasi. Seperti juga yang ditandaskan di Museum Pionir Rochdale bahwa cita-cita koperasi adalah setua komunitas manusia. Sedangkan gagasan konflik dan kompetisi merupakan prinsip ekonomi yang baru. “Perkembangan gagasan kerjasama pada abad ke-19 dapat dipahami sebagai upaya untuk memperjelas prinsip yang melekat dalam masyarakat, tetapi terlupakan dalam gejolak dan disintegrasi kemajuan ekonomi yang pesat (AM Carr-Sauners, dkk., 1938).***

Author Profile

Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar
Staf Kesekretariatan & Humas Walungan. Pengkaji Media for Community Development. Pernah belajar di Jurnalistik STIKOM Bandung. Berpengalaman sebagai praktisi di bidang pengembangan dan manajemen media online.

Post a comment