Integrasi Kelinci dan Stroberi: Optimal Lahannya, Terbangun Ekonominya

Idealnya, pertanian dan peternakan itu harus terintegrasi. Bagaimana pun, terdapat siklus energi yang berputar di antara keduanya. Pertanian butuh pupuk, sedangkan peternakan butuh dedaunan dan aspek vegetasi tumbuhan lainnya. Di Pasir Angling, integrasi kedua sektor tersebut berusaha diwujudkan dalam perkawinan antara Kelinci dan Stroberi.

Dalam kurun waktu satu semester terakhir ini, Syarifuddin, Ketua Divisi Pertanian Walungan, mencoba mengintegrasikan antara peternakan kelinci dan perkebunan stroberi. Keduanya cocok dengan iklim dataran tinggi khas Pasir Angling yang cenderung dingin dan sejuk.

Menurut catatan Syarif, ada tiga alasan yang membuatnya memilih beternak kelinci. Pertama, pakan kelinci banyak tumbuh secara alami dan tersedia di area perkebunan di Pasir Angling. Umumnya, kelinci sangat menyukai rumput dan sayur-sayuran, seperti: loseh, sintrong, dan bayam.

Kedua, kebutuhan lahan kelinci juga termasuk kecil, khususnya bila dibandingkan dengan peternakan hewan mamalia berkaki empat lainnya, seperti domba dan sapi. Ketersediaan lahan di Pasir Angling sendiri sudah sangat terbatas, khususnya untuk lahan pakan ternak. Peternakan kelinci dinilai mampu mensiasati keterbatasan lahan tersebut. Kandang kelinci sendiri bisa disusun secara bertingkat, sehingga diharapkan mampu meningkatkan efektifitas pemanfaatan lahan.

Aspek ketiga, peternakan kelinci memiliki nilai ekonomi yang cukup besar. Di pasaran, sebagian besar masyarakat membeli kelinci sebagai hewan peliharaan. Untuk jenis-jenis tertentu, nilai nominal kelinci peliharaan ini bisa lebih besar berkali-kali lipat dibandingkan jenis lokal. Dampak positif lainnya, kelinci memiliki kotoran dengan kandungan unsur hara yang cukup tinggi bagi tanaman. Fesesnya mengandung NPK yang tinggi, sedangkan urinnya memiliki komposisi Nitrogen yang baik untuk tanaman. Keberadaan kotoran kelinci ini bisa menekan kebutuhan pupuk bagi tanaman, dalam hal ini Stroberi.

Saat ini, Syarif sedang uji-coba integrasi pertanian-peternakan di lahan 100 tumbak, atau sekitar 1.400 meter persegi. Lahan untuk kandang kelinci sendiri seluas 10 tumbak atau 140 meter persegi dan bisa menampung sampai 200 ekor kelinci dewasa. Sedangkan 90 tumbak sisanya digunakan untuk bertanam stroberi.

Cara penanaman Stroberi pun diatur agar ada ruang untuk tumbuh rumput. Syarif membuat rak satu tingkat dari bambu setinggi setengah meter sebagai tempat menaruh pot stroberi di atasnya. Adapun di bawah rak dibiarkan kosong sebagai tempat tumbuh rumput dan tanaman pakan kelinci lainnya.

Tanaman pakan kelinci juga divariasikan sesuai dengan kebutuhannya. Umumnya, Kangkung memiliki tingkat nutrisi yang tinggi bagi kelinci. Cara memanennya pun cukup sederhana. Kangkung berusia 40 hari tinggal diarit, tanpa dicabut akarnya. Selebihnya, daun yang tumbuh dari batang yang tersisa bisa digunakan kembali untuk pakan kelinci 40 hari kemudian.

Bila dianalisa secara bisnis, integrasi antara kelinci dan stroberi bisa menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi dengan biaya operasional cukup rendah. Nilai ekonomi kelinci ditentukan dari jenisnya: lokal, English Angora, dan Holland Hope. Sebagai gambaran, harga anak kelinci lokal sendiri sekitar 15-20 ribu Rupiah, dan kelinci dewasa berkisar 100-150 ribu Rupiah.

Syarif sendiri mencoba membudidayakan jenis English Angora. Harga kelinci ini yang berusia 40 hari sekitar 40-50 ribu Rupiah per ekor di tingkat bandar, sedangkan di tingkat konsumen bisa dua kali lipatnya, sekitar 70-80 ribu Rupiah. Adapun harga indukannya mencapai 250-400 ribu Rupiah dengan kisaran usia 5-6 bulan.

Jenis yang lebih mahal lagi berjuluk Holland Hope dengan kisaran harga 150-200 ribu per ekor anak kelinci di tingkat bandar. Adapun harga indukannya sekitar 500 ribu Rupiah di tingkat bandar, dan satu setengah hingga dua juta Rupiah di tingkat konsumen. Mahalnya harga kelinci hias ini dipengaruhi oleh warna, bentuk mulut, tingkat kelucuan, tingkat kebersihan, serta kemurnian ras.

Secara teknis budidaya, rasio antara kelinci jantan dan betina adalah 1:10-20 ekor. Bila kandang 10 tumbak mampu menampung 200 indukan betina, berarti dibutuhkan 10-20 ekor pejantan. Kelinci English Angora sendiri bisa beranak sampai 11 ekor per indukan. Siklus reproduksinya berlangsung hingga dua bulan lamanya, dengan rincian 30 hari pertama untuk proses kehamilan, sedangkan 30 hari selanjutnya untuk membesarkan anak.

Dengan demikian, menurut Syarif, bila ada 200 betina, dengan rata-rata terjual enam ekor anak per indukan, total ada sekitar 1.200 ekor kelinci per dua-tiga bulan. Potensi total omsetnya bisa mencapai 96 juta Rupiah per siklus reproduksi.

Adapun untuk jenis Holand Hope, potensi anakannya lebih kecil, yaitu sekitar empat ekor per indukan. Bila ada 200 ekor induk, berarti ada sekitar 800 ekor kelinci anak per dua-tiga bulan. Dengan demikian, peternak berpotensi mendapatkan omset 120 juta Rupiah per sekali siklus reproduksi.

Meskipun demikian, Syarif masih perlu meneliti tentang resiko peternakan kelinci tersebut. Dia masih harus menghitung tingkat reproduksi kelinci, pengaruh cuaca, tingkat kematian, tingkat kebasahan rumput pakan, dan berbagai aspek produktivitas dan resiko peternakan kelinci lainnya. Semoga tahun depan Pasir Angling sudah punya mini-lab integrasi pertanian dan peternakan berbasis kelinci dan stroberi.***

Post a comment