Jurnal Perjalanan: Menengok Pertemuan Dua Sungai dari Siklus Hidrologi Gunung Bukit Tunggul

Setelah dua tahun berselang, tim Walungan bersama beberapa warga Pasir Angling kembali melakukan survei hidrologi di kawasan Gunung Bukit Tunggul, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Survei yang digelar pada Kamis, 23 Agustus 2024 ini membawa serta 10 orang. Enam orang di antaranya merupakan mahasiswa Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI) Bandung yang sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Suntenjaya.

Survei kali ini mengambil momen penghujung kemarau panjang yang terjadi pada tahun 2024. Hal ini ditujukan untuk melihat dampak kemarau terhadap siklus hidrologi di sekitar Gunung Bukittunggul. Dalam pengamatan sekilas, lingkungan sekitar lokasi survei cenderung alami dengan tajuk pohon yang relatif rapat. Kondisi ini selaras dengan aliran air di sungai di lokasi survei yang bersih dan melimpah.

Lokasi survei kali ini berada di sisi barat laut puncak Gunung Bukit Tunggul. Meskipun jaraknya kurang dari tiga Kilometer dari area perkampungan Pasir Angling, tetapi tim harus menempuhnya selama empat jam dengan berjalan kaki. Perjalanan dimulai dengan doa bersama di Bale Ihya al-Ghazali Pasir Angling pada jam 10 WIB. Doa bersama dipimpin langsung oleh Ustadz Syarifuddin.

Selanjutnya, tim survei melangkahkan kaki ke Curug Luhur untuk meninjau kondisi air dan lingkungan di lokasi tersebut. Meskipun jalur ke lokasi ini hanya berjarak sekitar 1,7 Kilometer dengan jalan yang relatif terjangkau, tetapi tim baru bisa tiba di lokasi dua jam kemudian.

Kondisi air di Curug Luhur cukup jernih dan segar. Di sela-sela batuan, tim bisa menemukan udang tawar, fauna yang cenderung hidup di air yang masih bersih. Debit air pun relatif besar, walaupun tidak sebesar kondisi pada musim penghujan.

Setelah beristirahat sejenak, tim survei melanjutkan ke hulu Curug Luhur. Perjalanan lebih menantang dengan jalur yang terjal dan tertutup tajuk pepohonan. Beberapa kali tim harus mengulurkan tali sebagai alat bantu untuk menuruni jalan yang terjal.

Pada beberapa bagian, tim harus berhati-hati dengan duri tanaman rotan. Tanaman ini banyak menjalar di pepohonan, dan sebagiannya merambat di permukaan tanah. Hal ini membuat tim survei berjalan sangat lambat untuk menuju lokasi tujuan.

Untuk sampai di lokasi tujuan, tim berjalan selama dua jam menelusuri lajur yang berjarak sekitar satu Kilometer dari Curug Luhur. Di sini, tim menemukan pertemuan dua sungai dengan aliran air yang cukup deras dan bersih. Pada beberapa titik di lokasi survei, air masuk ke dalam bebatuan dengan jumlah yang banyak, dan keluar di lokasi lainnya dengan debit yang relatif sedikit dibandingkan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya sesar di bawah aliran sungai ini.

Daerah Aliran Sungai (DAS) pada lokasi survei ini memiliki luas sekitar 0,76 Kilometer persegi, atau 760 ribu meter persegi. Kondisi airnya pun relatif jernih dengan suhu yang cenderung dingin. Di ujung aliran sungai ini terdapat kolam kecil sedalam pinggang orang dewasa. Aliran air masuk ke kolam ini sebelum kemudian masuk ke celah bebatuan yang terpilin.

Sebagai perbandingan, Batu Ampar sendiri memiliki luas DAS sebesar 0,63 Kilometer persegi, atau 630 ribu meter persegi. DAS Batu Ampar sendiri merupakan sumber air untuk masyarakat di kampung Pasir Angling. Perangkat Automatic Water Level Recorder (AWLR) sendiri mencatat bahwa DAS tersebut mampu mengalirkan air sebanyak 8-10 liter per detik. Hal ini mengindikasikan bahwa DAS di atas Curug Luhur memiliki debit air yang lebih besar dibandingkan DAS Batu Ampar.

Setelah melakukan pengamatan, tim survei kembali ke kampung Pasir Angling. Survei kali ini memberikan wawasan baru kepada Walungan tentang besarnya kekayaan air yang dimiliki oleh Gunung Bukit Tunggul. Tentunya, limpahan air ini tersedia karena alam dan pepohonan di Gunung Bukit Tunggul relatif terjaga keasriannya. Semoga para pemangku kepentingan di sekitar Gunung Bukit Tunggul bisa menjaga keasrian alam, sehingga bisa membawa berkah bagi masyarakat di sekitarnya.***

Author Profile

Riki Frediansyah
Riki Frediansyah
Ketua Walungan. Meraih gelar dokter hewan dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003. Berpengalaman sebagai praktisi di bidang Peternakan–Pertanian Terintegrasi selama dua dasawarsa terakhir.

Post a comment

Discover more from Walungan

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading