Mengenal Satwa Khas Gunung Bukit Tunggul

Gunung Bukit Tunggul memiliki area hutan yang masih terjaga dan bisa dikategorikan sebagai hutan primer. Di dalamnya, tumbuh berbagai tumbuhan hutan alami dan berkeliaran satwa liar di dalamnya. Beberapa spesies di antaranya termasuk kategori satwa endemik yang hanya di Jawa Barat semata.

Pada tahun 2017 silam, Walungan Bhakti Nagari melakukan pengamatan flora dan fauna di Gunung Bukit Tunggul dengan menggunakan metode transek garis. Di dalam aktivitas tersebut, data flora dan fauna dikumpulan sepanjang dua garis transek antara ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga puncak gunung di ketinggian 2.200 mdpl. Khusus pengamatan satwa liar, metode pengumpulan data tidak hanya dengan mengamati keberadaan satwa semata, tetapi juga ditambah dengan analisis jejak kaki, feses, bekas makanan, serta tanda-tanda peninggalan satwa di bebatuan dan pepohonan.

Satwa liar sendiri mulai ditemukan pada ketinggian 1.400 mdpl, tepat di perbatasan antara ladang dan pemukiman penduduk dengan hutan pinus. Di wilayah ini, kerap ditemukan ular, kucing hutan, tupai, babi hutan, dan monyet. Satwa Endemik sendiri mulai ditemukan di ketinggian di atas 1.700 mdpl. Beberapa di antaranya: macan tutul dan macan kumbang, surili, lutung, serta burung rangkong. Adapun burung elang kerap terbang melayang di atas ladang untuk mencari mangsa.

Dari hasil pengamatan tersebut, delapan spesies satwa liar yang termasuk khas Gunung Bukit Tunggul, antara lain:

Elang Hitam (Ictinaetus malaiensis)

Foto: Wikimedia.org

Sesuai namanya, seluruh tubuh elang ini ditutupi bulu berwarna hitam. Ukurannya sebesar ayam kampung jantan dewasa dan bisa merentangkan sayapnya hingga 180 centimeter. Hewan ini tersebar luas dari mulai daratan India, Asia Tenggara, hingga Sulawesi dan Maluku. Umumnya, Elang Hitam bersarang di area pegunungan sekitar 1.400 mdpl hingga 3.000 mdpl. Di Pasir Angling, Elang hitam sering terlihat terbang tinggi di atas kawasan ladang dan pemukiman penduduk ketika cuaca cukup cerah. Di dalam ekosistem hutan tropis, Elang Hitam menduduki salah satu puncak rantai makanan dengan makanan utama berupa mamalia kecil, kadal, dan burung.

Julang Emas (Rhyticeros undulatus)

Foto: Wikimedia.org

Burung ini memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan Elang Hitam dan bersarang di hutan perbukitan hingga ketinggian 2.000 mdpl. Adapun makanan utamanya, terdiri dari buah-buahan, kepiting, dan katak. Tersebar luas mulai dari India Timur, Tiongkok, hingga Asia Tenggara, termasuk Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali. Burung ini pernah menghuni hutan Gunung Bukit Tunggul. Namun, jumlahnya saat ini menurun drastis karena diburu untuk diperjual-belikan.

Macan Tutul Jawa dan Macan Kumbang Jawa (Panthera pardus melas)

Foto: Wikimedia.org

Satwa ini termasuk endemik dan hanya ditemukan di Pulau Jawa, termasuk di kawasan Gunung Bukit Tunggul. Meskipun warna keduanya tampak berbeda, tetapi Macan Tutul dan Macan Kumbang merupakan spesies yang sama serta bisa dilahirkan dari satu induk yang sama. Di dalam ekosistem hutan tropis, Macan Tutul Jawa menempati puncak rantai makanan dengan mangsa berupa kijang, babi, serta lutung. Di Gunung Bukit Tunggul, satwa ini bermukim di pedalaman hutan, pinggiran tebing, serta area dekat sungai. Hanya saja, jumlah satwa ini belum bisa dipastikan dan memerlukan pengamatan lebih lanjut untuk mengetahui pola kehidupannya di hutan Gunung Bukit Tunggul.

Lutung (Trachypithecus auratus)

Foto: Wikimedia.org

Meskipun berjuluk Lutung Jawa, tetapi monyet yang satu ini tersebar di Pulau Jawa, Bali, hingga Lombok di Nusa Tenggara Barat. Mereka hidup di berbagai hutan, termasuk: hutan bakau, hutan pantai, hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah, serta hutan pegunungan hingga ketinggian 3.500 mdpl. Umumnya, Lutung aktif pada siang hari di atas pepohonan dan hidup berkelompok. Makanan pokok mereka terdiri dari dedaunan, buah-buahan, bunga-bungaan, serta larva serangga. Mereka berperan besar dalam menyebarkan biji tanaman dan regenerasi hutan. Di Gunung Bukit Tunggul, area hutan tropis pegunungan berada di punggungan gunung. Kemungkinan, area ini menjadi tempat tinggal Lutung Jawa dan primata lainnya, termasuk Surili. Oleh karena itu, perlu pengamatan lebih lanjut tentang area gerak Lutung Jawa dan kebiasaan mereka di Gunung Bukit Tunggul.

Surili (Prebytis comata)

Foto: Wikimedia.org

Surili merupakan hewan khas pulau Jawa yang hanya ada di hutan tropis primer di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Termasuk satwa penghuni pohon yang berperan besar dalam ekologi hutan tropis primer, termasuk: penyebar biji tanaman, pengatur rantai makanan, serta penyeimbang ekosistem hutan. Umumnya, satwa ini beraktivitas dekat dengan area sebaran Lutung Jawa. Salah satu sebabnya, Surili memiliki pola makanan yang sama dengan Lutung, antara lain: pucuk daun, buah-buahan, dan bunga-bungaan. Di Gunung Bukit Tunggul, Surili tersebar di sekitar hutan Gunung Sanggara. Hewan ini juga ditemukan di sekitar Curug Cileat, Subang.

Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Foto: Wikimedia.org

Satwa ini tersebar luas di Asia Tenggara. Di Indonesia, Monyet Ekor Panjang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, hingga pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Satwa ini sangat adaptif dan relatif dekat dengan pemukiman manusia. Secara alami, mereka sangat menggemari buah-buahan, bunga, daun muda, serta serangga. Namun, satwa ini kerap mengkonsumsi makanan manusia, seperti: nasi, mie, dan roti. Di wilayah Bandung Utara, Monyet Ekor Panjang banyak tersebar di hutan-hutan di sekitar pegunungan. Di Gunung Bukit Tunggul, Monyet Ekor Panjang kerap terlihat di perbatasan antara hutan primer dan hutan pinus.

Musang (Paradoxurus hermaphroditus)

Foto: Wikimedia.org

Musang tersebar luas di Asia bagian selatan dan tenggara. Satwa ini berkeliaran di pepohonan dan aktif pada malam hari. Di alam, Musang hidup di hutan sekunder yang dekat dengan kebun dan pekarangan. Umumnya, satwa ini memakan buah-buahan dan hewan-hewan kecil, seperti serangga, moluska, cacing tanah, kadal, bahkan tikus kecil. Di Gunung Bukit Tunggul, Musang kerap berkeliaran di pinggiran hutan. Seringkali, hewan ini memakan biji kopi di kebun kopi penduduk.***

Author Profile

Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar
Pengkaji Media for Community Development. Pernah belajar di Jurnalistik STIKOM Bandung. Berpengalaman sebagai praktisi di bidang pengembangan dan manajemen media online.

Post a comment

Discover more from Walungan

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading