Pertanian terintegrasi mensyaratkan terbangunnya siklus yang saling menguntungkan dan mendukung antara pertanian dan peternakan. Salah satunya dengan mengolah limbah peternakan menjadi pupuk yang berguna bagi pertanian. Lalu, bagaimana cara mengolah feses dan urin ternak menjadi pupuk?
Sejak tahun 2015, Walungan berusaha mengembangkan pengolahan limbah ternak yang ringan, optimal, dan bermanfaat bagi masyarakat. Berdasarkan catatan Riki Frediansyah, Kepala Divisi Peternakan Walungan, pengembangan pengolahan limbah ini dimulai secara gotong royong bersama masyarakat di Pasir Angling. Aktivitas ini berada di bawah program berjuluk “Limbah jadi Berkah”.
Pada tahun 2019, lahan pengolahan limbah bergeser ke kaki gunung Bukit Tunggul. Sejak saat itu, pengelolaan limbah dilakukan bersama Karang Taruna Pasir Angling. Hal ini mempertimbangkan padatnya aktivitas para peternak sapi untuk mengurus ternaknya. Berdasarkan penelusuran Walungan, kampung Pasir Angling memiliki 261 ekor sapi yang dikelola oleh 109 orang peternak. Masing-masing sapi menghasilkan 20 Kilogram feses per hari. Total, ada sekitar 4 ton feses sapi per hari di Pasir Angling. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 10 persen peternak yang berpartisipasi dalam program pengolahan limbah ini.
Dari segi pengolahan limbah, Riki Frediansyah menerapkan tiga metode berdasarkan produk akhirnya berupa pupuk, yaitu: Vermikompos, Bokashi, serta Pupuk Organik Cair dan Probiotik Isi Rumen.
Vermikompos
Produk yang satu ini menggunakan cacing tanah untuk mengolah feses sapi menjadi pupuk yang siap pakai. Cacing tanah yang digunakan berjenis Lumbricus Sp. Dan Lumbricus Niger. Pupuk yang satu ini kerap disebut sebagai Pupuk Kascing. Kascing sendiri merupakan singkatan dari Bekas Cacing.
Cacing sendiri merupakan organisme yang akan melakukan proses reproduksi bila di sekitarnya tersedia makanan. Masing-masing Cacing dapat menghasilkan 4-6 telur yang setiap telurnya menghasilkan 20-40 anak. Dengan kata lain, seekor cacing bisa menghasilkan sekitar 80 sampai 240 anak setiap proses reproduksi.
Walungan biasa menggunakan komposisi 2:1 antara limbah ternak dan cacing sebagai organisme pengolah limbahnya. Bila ada sekitar dua Kilogram feses, maka perlu ada sekitar satu Kilogram cacing. Pupuk vermikompos sendiri bisa dipanen setiap dua hari sekali.
Setelah matang, pupuk vermikompos memiliki ciri-ciri: beraroma seperti tanah yang segar, remah ketika dipegang, berwarna cokelat kehitaman dan gelap, kaya kandungan mikronutrien dan makronutrien, serta banyak mengandung mikroba yang bermanfaat bagi tanah dan tumbuhan.
Salah satu mikroba yang terdapat dalam pupuk Kascing adalah Actinomycetes. Mikroba ini memiliki kemampuan dekomposisi bahan organik serta salah satu pengurai terbaik limbah organik menjadi humus. Keberadaan mikroba ini terasa sekali ketika hujan pertama kali turun setelah musim kemarau yang panjang. Udara terasa segar dan tercium aroma menenangkan yang berasal dari spora Actinomycetes.
Dalam aplikasinya, Pupuk Kascing Bisa mengurangi biaya produksi para petani. Pupuk ini juga mampu mengurangi emisi N2O yang biasa muncul dalam penggunaan pupuk anorganik, seperti Urea dan NPK. Salah satu turunan produk ini berbentuk Teh Kascing yang bisa digunakan sebagai pestisida alami untuk hama keong-keongan. Caranya, satu Kilogram Kascing dicampur dengan lima liter air dan direndam selama 24 jam. Setelah jadi, Teh Kascing bisa disemprotkan ke tumbuhan yang mengalami hama keong-keongan.
Bokashi
Pupuk Bokashi berbahan dasar sisa pakan sapi yang dicampur dengan fesesnya. Prosesnya sendiri menggunakan bakteri pengantar yang ditambah dengan molase. Molase sendiri terbuat dari ampas tebu, gula pasir, atau gula merah. Selanjutnya, bakteri pengantar dan molase tersebut dicampur dengan bahan pupuk dan mengalami proses fermentasi hingga 2-4 pekan.
Walungan sendiri mencampurkan pupuk Bokashi dengan daun Kirinyu (Chromolaena odorata). Daun ini memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi dengan komposisi Nitrogen sebanyak 2,45 persen, Phosphor sebanyak 0,26 persen, dan Kalium sebanyak 5,4 persen (Kastono, 2005). Tanaman Kirinyu sendiri banyak tersedia di Pasir Angling. Dengan kata lain, pemanfaatan daun Kirinyu untuk campuran pupuk Bokashi turut mengoptimalkan potensi lokal di Pasir Angling.
Proses pembuatan pupuk Bokashi terbilang mudah. Caranya, siapkan terpal dan feses ternak sapi atau domba sebanyak 800 Kilogram. Selaras dengan itu, siapkan sekam sebanyak 20 Kilogram, Bekantul sebanyak 50 Kilogram, serta gula pasir sebanyak 250 gram. Siapkan juga Suplemen Organik Tanaman (SOT) sebanyak dua liter. Campurkan seluruh bahan secara merata dan tutup selama tiga hari.
Keberadaan SOT dalam pembuatan pupuk Bokashi membuat proses fermentasi menjadi lebih singkat, yaitu menjadi tiga hari dari yang seharusnya 2-4 pekan. Pupuk yang sudah jadi memiliki ciri-ciri: berbau tanah, remah ketika dipegang, dan berwarna cokelat kehitaman. Setelah matang, pupuk sudah bisa digunakan untuk campuran media tanam.
Pupuk Organik Cair dan Probiotik Isi Rumen
Sesuai namanya, pupuk ini berbahan dasar urin ternak domba dan sapi. Cara pembuatannya pun cukup mudah, yaitu: campurkan urin ternak dengan bakteri dan molase dari tetes tebu atau gula pasir kemudian difermentasi. Umumnya, urin berubah menjadi Pupuk Organik Cair setelah mengalami proses fermentasi selama satu bulan.
Dalam aplikasinya ke tanaman, Pupuk Organik Cair harus diencerkan terlebih dahulu dengan mencampurkannya dengan air. Komposisi pengencerannya ditentukan oleh jenis tanamannya. Sayuran berumur pendek biasanya membutuhkan komposisi 1:10, yaitu satu liter pupuk dicampur dengan 10 liter air. Adapun untuk tanaman berumur panjang yang berorientasi buah, perlu pengenceran yang lebih pekat, yaitu: 1:5. Pemberian pada tanaman dilakukan selama dua pekan sekali.
Selain Urin, Isi Rumen hewan ruminansia juga bisa diolah menjadi Probiotik Isi Rumen. Rumen sendiri merupakan bagian lambung terbesar hewan ruminansia yang menempati sekitar 3/4 bagian perut. Jeroan dan isi lambung ini bisa diolah menjadi pupuk dengan kandungan mikroba yang cukup tinggi, yaitu sekitar 1-10 milyar bakter per mililiter pupuk.
Cara mengolahnya pun cukup sederhana. Campurkan perasan isi rumen dengan molase yang terbuat dari gula merah. Kemudian, fermentasikan keduanya hingga siap untuk digunakan. Probiotik Isi Rumen biasanya digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pupuk dan pestisida alami.