Divisi Instrumentasi Walungan memasang alat sensor baru Stasiun Tinggi Muka Air (STMA) 4.0 di Bendungan Bantar Awi Sungai Cikapundung di area Taman Hutan Raya Djuanda pada Kamis, 17 Februari 2022. Alat ini merupakan generasi keempat perangkat sensor yang sudah dikembangkan oleh Walungan sejak tahun 2013. Lalu, apa saja keunggulan perangkat ini dibandingkan pendahulunya?
Toris Pristiwahono, Kepala Pengembangan Perangkat Divisi Instrumentasi Walungan, menyampaikan bahwa pihaknya menerapkan empat penyempurnaan dalam perangkat sensor permukaan air sungai tersebut. Pertama, fitur Telemetri yang memungkinkan data-data sensor langsung dikirimkan ke server secara periodik melalui saluran jaringan telepon seluler. Periode pengirimannya pun cukup rapat, yaitu sekitar 10 menit. Artinya, ada sekitar 144 data tinggi muka air sungai Cikapundung dalam waktu 24 jam.
Menurut Toris, jumlah datanya tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pencatatan muka air sungai secara manual yang hanya dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari: pagi dan sore. Akibatnya, lonjakan debit air yang terjadi pada tengah malam atau di luar waktu pemantauan lepas dari pengamatan dan pencatatan. “Padahal, bisa jadi, lonjakan debit air tersebut penting bagi para periset,” paparnya.
Keunggulan lainnya, Toris memaparkan bahwa fitur Telemetri ini juga memungkinkan tim instrumentasi merespon kerusakan perangkat STMA 4.0 dalam waktu cepat, yaitu maksimal 24 jam. Hal ini meminimalisir kehilangan data akibat perangkat yang tidak berfungsi optimal.
Pada perangkat sebelumnya, fitur Telemetri terkendala lokasi STMA yang berada di luar jangkauan sinyal perangkat telepon seluler. Saat itu, Toris hanya melengkapi perangkat sensornya dengan fitur Wi-fi. Fitur ini memungkinkan Tim Instrumentasi Walungan untuk mengambil data dengan cara mengunduhnya langsung dari perangkat. Hanya saja, Toris dan timnya harus mengunjungi lokasi perangkatnya untuk mengambil data, setidaknya dua pekan sekali. Kendala lainnya, tim kerap kehilangan data bila perangkat berhenti berfungsi beberapa jam atau hari setelah kunjungan terakhir. “Perangkat sebelumnya menyedot energi tim lebih banyak,” tandas alumni Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.
Penyempurnaan kedua, perangkat STMA 4.0 mampu mengukur ketinggian muka air sungai dengan lebih detail dan presisi. Toris menyampaikan bahwa resolusi perangkat sensornya mampu menangkap perubahan hingga jarak satu milimeter. “Jadi, perubahan air sekecil apa pun bisa terdeteksi,” ungkap pria kelahiran Blitar, Jawa Timur ini.
Ketiga, kemampuan memproses datanya pun lebih banyak dan luas. Menurut Toris, timnya mempersenjatai STMA 4.0 dengan mikroprosesor dan mikrokontroler yang lebih lengkap. Hasilnya, perangkat sensor tersebut mampu menyimpan data lebih banyak dengan variasi sensor yang lebih luas. Harapannya, STMA 4.0 mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan sensor yang lebih beragam seiring kebutuhan para periset.
Terakhir, kebutuhan daya dan energinya jauh lebih rendah dari versi sebelumnya. Saat ini, STMA 4.0 menggunakan energi yang berasal dari solar panel berukuran 50 WP. Listrik dari solar panel ini, menurut Toris tersimpan di baterai yang terpasang di lokasi. Hasilnya, kombinasi solar panel dan baterai ini mampu menjaga perangkat sensornya tersebut bekerja tiada henti selama 24 jam.
Walungan sendiri sudah mengumpulkan data debit air di Bendungan Bantar Awi sejak tahun 2013 silam. Pengumpulan data ini merupakan bagian dari pemetaan pola iklim sekaligus karakter aliran air Sungai Cikapundung dan dampaknya terhadap masyarakat di Cekungan Bandung. Capaian utamanya, data debit air ini memungkinkan para periset Walungan melihat tren aliran air yang berkorelasi langsung terhadap kondisi tangkapan air di bagian hulu.
Selain data debit air, Walungan juga mengembangkan perangkat Stasiun Pencatat Cuaca Otomatis (SPCO) sebagai bagian dari pemetaan pola iklim di Cekungan Bandung. Saat ini, SPCO baru dipasang di Pasir Angling, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Ke depan, SPCO serupa akan dikembangkan di lokasi riset Walungan lainnya di Cekungan Bandung, beberapa di antaranya: Bojong Koneng, Kabupaten Bandung Barat; Mandalasari, Cicalengka, Kabupaten Bandung; serta Buah Batu, Kota Bandung. “Semoga perangkat SPCO juga bisa kami tingkatkan kemampuannya dalam waktu dekat,” tutup Toris, singkat.***