Pengolahan Limbah Ternak
Program Sedekah Bumi di Gunung Bukit Tunggul
Kampung Pasir Angling, Desa Suntenjaya merupakan kampung yang terletak di kaki Gunung Bukit Tunggul, gunung tertinggi di kawasan Bandung Utara yang ketinggiannya mencapai 2204 dpl. Gunung ini merupakan hulu dari Sungai Cikapundung yang menyuplai bahan baku air untuk PDAM Kota Bandung dan sekitarnya. Keberadaan mata air di gunung ini juga sangat vital bagi kehidupan masyarakat Pasir Angling untuk mendukung aktivitas tani dan ternak sapi perah yang merupakan penopang sektor perekonomian kampung. Oleh karena itu, sudah sepatutnya masyarakat sekitar concern akan memelihara dan menjaga kelestarian gunung ini.
Disamping kekayaan alamnya yang luar biasa, masyarakat Pasir Angling masih membuang limbah kotoran sapi ke hulu sungai Cikapundung yang berpotensi mencemari kualitas air sungai. Para peternak di sini belum mampu melakukan pengolahan limbah kotoran sapi yang diakibatkan oleh padatnya rutinitas sebagai peternak. Hal ini juga didukung oleh fakta di lapangan bahwa dari sekitar 109 orang peternak dengan total 261 ekor sapi di Angling hanya 10% peternak saja yang ikut dalam mengolah limbah sapi (Data Desember 2019). Padahal, potensi limbah kotoran sapi di Pasir Angling cukup besar yaitu sebanyak 4 ton feses/hari dengan perhitungan per ekor sapi yaitu 20 kg feses/hari.
Pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik merupakan salah satu upaya dalam menjaga sumber mata air gunung ini. Dari tahun 2016, Divisi Peternakan telah melakukan program berjudul “Pengolahan Limbah Menjadi Berkah” yaitu program pengolahan limbah ternak menjadi berbagai pupuk diantaranya pupuk vermikompos, pupuk bokashi, dan pupuk organik cair di lahan milik salah satu warga. Kegiatan ini juga telah melibatkan beberapa masyarakat. Selanjutnya, di awal tahun 2019, Yayasan Walungan bekerjasama dengan Karang Taruna membuat suatu sistem pemusatan pengolahan kotoran sapi di area kaki Gunung Bukittunggul. Sistem ini bertujuan untuk membantu peternak yang kesulitan mengolah limbah sapi serta mengefektifkan pengelolaannya menjadi satu titik.
“Kami telah mengupayakan berbagai macam program untuk mengolah limbah sapi ini. Refleksi di tahun 2019 ini, kami masih melihat masalah pencemaran lingkungan oleh kotoran sapi. Kami menginginkan bagaimana caranya agar semua feses sapi tidak ada yang terbuang lagi ke sungai. Makanya, bersama dengan Karang Taruna, kita mencoba membuat pengolahan limbah sapi komunal”, tutur Riki Frediansyah, Ketua Yayasan Walungan.
Keberadaan lokasi pengolahan limbah sapi baik di lahan-lahan pengolahan maupun saung komunal masih sangat mungkin untuk dikembangkan menjadi lebih baik. Saat ini, hal yang menjadi tantangan adalah bagaimana mengkomunalkan semua kotoran sapi yang ada di Kampung Pasir Angling. Para peternak lainnya sudah banyak yang memberi saran penyediaan kolam penampungan di beberapa titik yang dekat dengan rumah untuk memudahkan mereka mentrasportasi kotoran sapi. Saat ini, hal tersebut sedang diinisiasi dan rencananya akan membangun 2-3 titik kolam penampungan. Kang Aji juga menuturkan bahwa pemasaran merupakan tantangan lainnya, bagaimana petani mau mencoba pupuk bokashi sapi yang sudah dibuat. Selain itu, untuk pemasaran ke luar masih mempertimbangkan dengan harga karung kemasan masih cukup mahal.
Semoga program pengolahan limbah sapi bisa terus berkembang, melibatkan lebih banyak para peternak dan semakin membawa manfaat bagi warga Pasir Angling. Secara jangka panjang, diharapkan program pemberdayaan masyarakat desa bisa selaras dengan lingkungan (geografi) yang tersedia sehingga lingkungan berupa sumber mata air, tanah, dan udara tidak tercemar.