Anomali Imbuhan pada Segmen Zona Transfer Sistem Fluvial Cikapundung, Jawa Barat

Zamzam A.J. Tanuwijaya1, Hendarmawan2, A. Sudradjat3 dan W. Kuntjoro4

  1. Program Studi Geodesi dan Geomatika, ITB, Bandung.
  2. Program Studi Teknik Geologi Unpad, Bandung.
  3. Program Studi Teknik Geologi Unpad, Bandung.
  4. Program Studi Geodesi dan Geomatika, ITB, Bandung.

Abstrak

Terdapat indikasi adanya gejala kehilangan debit sungai yang bersifat alami (non-rekayasa) pada segmen zona transfer Cikapundung, yaitu pada jalur sungai antara daerah Maribaya dan Curug Dago. Karena segmen ini bersifat effluent (air tanah mengisi air sungai) maka gejala imbuhan yang terjadi pada segmen ini merupakan suatu anomali influent (air sungai mengisi air tanah). Bagian dasar sungai pada zona ini ditutupi oleh lapisan lava basal yang masif, sehingga proses imbuhan yang terjadi diduga melalui struktur rekahan batuan. Berdasarkan hasil pengujian statistik dapat disimpulkan bahwa pada zona transfers memang terjadi gejala anomali imbuhan, yaitu pada sub-segmen sungai yang bergradien rendah dan berdensitas kelurusan regional tinggi. Sub-segmen yang berdensitas kelurusan tinggi secara umum memiliki densitas rekahan batuan yang tinggi pula.

Kata kunci: zona transfer, imbuhan, effluentinfluent

Abstract

There is an indication of a natural loss of discharge phenomenon within the zone transfer of Cikapundung which are located between Maribaya area and Curung Dago. Because this segment is effluent in nature, the symptom of recharge that happened in this segment is an anomaly. The river bed in this zone is covered by massive basalt layers. Therefore the recharge process that happened is through the fractured of basalt. The results of a statistical test conclude that in the transfer zone there is a recharge anomaly phenomenon which is in the sub-segment of the river which has both a low gradient and a high regional lineament density. In general, the sub-segment that is of a high lineament density also shows high fracture density.

Keywords: transfer zone, recharge, effluentinfluent

PENDAHULUAN

DAS Cikapundung mulai dari kawasan hulu di zona pegunungan utara Bandung hingga bermuara di Citarum merupakan suatu kesatuan sistem fluvial. Sistem ini dapat dibagi ke dalam tiga buah zona: zona produksi, zona transfer, dan zona deposisi (Schumm, 1977, Charlton, 2008). Zona produksi didefinisikan pada cekungan drainase Lembang (DAS Cikapundung Hulu), dimana seluruh jaringan sungai pada cekungan ini bermuara di outlet Maribaya. Zona transfer didefinisikan mulai dari outlet Maribaya (A) hingga ke Curug Dago (E), dimana dasar sungai ditutup oleh lapisan basal. Adapun zona deposisi didefinisikan mulai dari Curug Dago hingga ke Citarum, dimana sungai mengalir di atas landasan kipas aluvial endapan piroklastik komplek vulkanik Sunda dan endapan danau (Tanuwijaya, 2015).

Segmen Maribaya-Gandok mencakup zona transfer dan area hulu zona deposisi. Segmen A-E merupakan zona transfer (warna merah), sedangkan segmen E-I merupakan area hulu zona deposisi (Gambar-1). Menurut Bender & Boech (1981), segmen Maribaya-Gandok bersifat effluent, ditandai oleh morfologi sungai berbentuk V dan adanya mata air yang berderet pada dinding lembah. Oleh karena itu, gejala kehilangan debit secara influent pada segmen ini merupakan suatu anomali. Artikel ini hanya membahas gejala anomali imbuhan pada zona transfer saja.

Zona transfer mengalir di atas batuan Blok Palasari. Batas utara blok ini menyatu dengan jalur Sesar Lembang dan membentuk gawir panjang yang menghadap ke utara (Tjia, 1968). Karena blok ini merupakan bagian dari bidang sesar maka efek aktifitas tektonik sesar diduga akan terjejak pada bagian permukaan blok berupa retakan-retakan sistematis yang menerus hingga ke lapisan bawah. Retakan-retakan ini menjadi zona-zona lemah yang secara kontinu dierosi oleh air sehingga menjadi jalur-jalur utama bagi pergerakan air tanah. Batuan blok ini dikelompokan ke dalam Formasi Cikapundung yang secara umum memiliki sifat meloloskan air rendah (Koesoemadinata dan Hartono, 1981). Namun demikian, proses imbuhan pada formasi ini dapat terjadi secara efektif melalui jalur-jalur retakan yang terbentuk secara tektono-vulkanik (Singhal and Gupta, 2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keberadaan faktor-faktor alami yang menyebabkan terjadinya anomali imbuhan influent pada jalur zona transfer.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN          

Karena proses imbuhan sangat dipengaruhi oleh kemiringan bidang resapan, maka dibuat profil longitudinal dan gradien sungai mulai dari Maribaya (A) hingga daerah Lebak Siliwangi (I). Untuk melihat pengaruh tektonisme Sesar Lembang, dilakukan pengukuran densitas kekar pada 60 pos ukur. Berdasarkan model permukaan digital, dibuat peta densitas kelurusan regional. Peta ini mencakup Blok Palasari dimana zona transfer tercakup di dalamnya. Dipilih segmen sungai yang mengandung variasi densitas kelurusan yang tinggi, kemudian segmen ini dibagi lagi ke dalam 42 sub-segmen, masing-masing memiliki panjang sekitar 50 m. Pada setiap sub-segmen dilakukan pengukuran data, yaitu debit sungai, debit mata air, densitas kelurusan regional, densitas kekar, morfologi sungai dan litologi batuan.

Untuk mengukur signifikansi perbedaan debit yang melintas sub-segmen dengan tingkat densitas kelurusan yang berbeda, maka pada prinsipnya digunakan tiga titik pengukuran debit yaitu Q1, Q2, dan Q3. Segmen antara Q1 dan Q2 adalah proksi segmen yang memiliki densitas kelurusan rendah, sedangkan segmen antara Q2 dan Q3 adalah proksi segmen yang memiliki densitas kelurusan tinggi. Pengujian tingkat signifikansi menggunakan dua sampel yang berpasangan, yaitu pengujian perbedaan antara sampel debit sebelum dan sesudah melalui suatu kelurusan, dan pengujian selisih debit antara segmen yang berdensitas kelurusan tinggi dan rendah. Pengujian hipotesis menggunakan metoda uji beda rata-rata dua sampel yang berhubungan (paired sample t-test). Desain pengujian hipotesisnya sebagai berikut:

H1   :    Sungai yang mengalir setelah melalui segmen yang dipotong oleh suatu kelurusan regional tertentu akan memiliki nilai debit yang lebih kecil daripada sebelum melalui segmen tersebut.

H2  :    Laju pertambahan debit yang mengalir pada segmen yang berdensitas kelurusan regional tinggi akan lebih kecil daripada laju pertambahan debit yang mengalir pada segmen yang berdensitas kelurusan rendah.

Gambar 1 Segmen zona transfer (merah) dan titik-titik pantau utama debit sungai Q1, Q2, Q3, dan Q4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Segmen Q1-Q4 merupakan segmen yang ideal untuk menguji pengaruh densitas rekahan terhadap pola debit karena memiliki variasi densitas kelurusan tertinggi di zona transfer (Gambar-2). Panjang total jalur sungai mulai dari titik Q1 hingga Q4 adalah 2137,479 m, terdiri dari segmen Q1-Q2 (221,681 m), segmen Q2-Q3 (871,798 m), dan segmen Q3-Q4 (1044 m). Diagram roset pada Gambar-2 memperlihatkan masuknya dua komponen tektonik berupa komponen mayor dan minor. Komponen mayor mencerminkan masuknya pengaruh tektonisme Sesar Lembang sebagai sumber tektonik utama di wilayah ini, memiliki orientasi yang cenderung berarah timur-barat mengikuti pola tektonik Jawa. Adapun komponen minor memiliki orientasi utara-selatan, mengikuti pola tektonik Sunda.

Gambar 2 Titik-titik pantau utama debit Q1, Q2, Q3, Q4 pada segmen sungai yang diuji. Densitas kelurusan regional per 500 m2.
Gambar 3 Titik-titik pantau debit Q1, Q2, Q3, Q4 pada peta densitas kelurusan regional per 200 m2. Segmen ini dibagi menjadi 42 sub-segmen.
Gambar 4. Plot titik-titik pantau debit Q1, Q2, Q3, Q4 pada profil longitudinal sungai dan faktor gradien kemiringan Cikapundung. Pada segmen Q1-Q4 tampak ada beberapa curug dan variasi kelandaian sungai.

Densitas kelurusan segmen Q3-Q4 lebih tinggi dari Q1-Q3, sehingga segmen Q3-Q4 memiliki potensi resapan yang lebih besar daripada Q1-Q3 (Gambar-3). Selain itu, pada segmen Q3-Q4 terdapat area-area dimana lapisan basalnya telah terkelupas dan terdapat offset pada breksi yang berindikasi patahan minor, dimana proses infiltrasi bisa dimungkinkan terjadi melalui bidang patahan. Pada segmen Q1-Q4 dijumpai banyak leuwi (pools) yang terbentuk akibat adanya depresi pada bagian dasar sungai. Pada area leuwi kelajuan arus sungai cenderung melambat, sehingga memiliki potensi imbuhan yang besar.

Plot titik-titik pantau utama debit pada profil longitudinal dan faktor gradien sungai dapat dilihat pada Gambar-4. Segmen sungai yang diuji adalah segmen yang debit airnya telah dialihkan oleh instansi PLTA dan PDAM, sehingga pada kondisi musim kemarau segmen ini hanya diisi oleh air tanah. Beberapa curug (waterfall) pada segmen Q1-Q4 ditandai oleh cuatan-cuatan tajam pada grafik profil gradien. Segmen ini setidaknya memiliki lima variasi kelandaian, dimana semakin landai profil suatu sungai maka semakin besar potensi imbuhannya.

Gambar 5  Hasil pengukuran debit sungai pada 7 Maret 2015.
Gambar 6  Hasil pengukuran debit sungai pada 16 Maret 2015.

Untuk melihat pengaruh densitas retakan terhadap pola aliran sungai, dilakukan pengambilan data debit pada dua hari yang berbeda, yaitu pada 7 Maret 2015 (30 sampel) dan 16 Maret 2015 (43 sampel). Hasil observasi pertama memperlihatkan adanya pola trend naik pada durasi ukur sekitar lima jam (Gambar-5), sedangkan hasil observasi kedua memperlihatkan pola trend menurun pada durasi ukur sekitar tiga jam (Gambar-6). Berdasarkan grafik profil gradien, segmen sungai yang paling landai terletak di antara sub-segmen 29 dan 41. Bagian awal dari sub-segmen 29 ditandai oleh cuatan tinggi pada profil gradien, menyatakan adanya lompatan elevasi sungai yang terjadi di tengah-tengah gorge (Gambar-7).

Gambar 7 Grafik faktor gradien dan densitas kelurusan regional pada segmen Q1-Q4. Densitas tertinggi terletak pada area gorge Cikapundung dan memiliki gradien sungai terendah.

Area gorge juga merupakan sub-segmen yang memiliki nilai densitas retakan tertinggi (sub-segmen 32) dan dipotong oleh suatu kelurusan mayor. Kombinasi antara gradien terendah dan densitas retakan tertinggi menjadikan sub-segmen ini sebagai area yang memiliki potensi imbuhan tertinggi di zona transfer.

Dengan memasukkan faktor input air tanah, diperoleh profil debit berdasarkan pengukuran pada 43 titik. Debit q1 hingga q28 merupakan hasil pengukuran sedangkan debit q29 hingga q42 merupakan hasil estimasi (Gambar-8). Debit q43 identik dengan Q4, nilainya dapat ditentukan cukup akurat dan menjadi patokan untuk mengestimasi nilai-nilai debit q29 hingga q42. Debit pada sub-segmen 29 hingga 42 sangat sulit diukur, karena dasar sungai sudah diisi oleh endapan-endapan pasir dan rempah-rempah piroklastik yang tebal, serta bongkah-bongkah andesit berukuran besar. Endapan-endapan yang terbentuk pada sub-segmen ini disebabkan oleh faktor gradien sungai yang rendah. Garis biru pada Gambar-8 menyatakan pertambahan debit yang dihitung secara estimasi berdasarkan nilai-nilai pengukuran Q1, Q2, Q3, dan Q4.

Gambar 8 Profil debit terukur (merah) dan debit estimasi (merah putus-putus) pada sepanjang segmen pantau Q1-Q4 menunjukkan adanya tempat-tempat resapan air. Garis linier biru adalah debit hitung berdasarkan asumsi pertambahan konstan debit air tanah (effluent).

Densitas kelurusan regional dapat diinterpretasikan sebagai densitas retakan regional yang mempengaruhi aliran air permukaan. Untuk melihat efek densitas retakan terhadap debit sungai, maka segmen Q1-Q4 dibagi menjadi dua segmen, masing-masing adalah segmen Q1-Q3 dan Q3-Q4. Panjang segmen pertama adalah 1093,479 m dan yang kedua 1044 m, dimana panjang kedua segmen ini hanya berselisih 49,479 m. Segmen Q3-Q4 memiliki densitas retakan yang lebih tinggi daripada Q1-Q3, dan segmen Q3-Q4 memiliki gradien sungai yang lebih landai daripada Q1-Q(Gambar-7). Hal ini menjadi indikasi bahwa segmen Q3-Q4 memiliki potensi mengimbuhkan debit sungai lebih besar daripada segmen Q1-Q3. Berdasarkan metode analitik, terbukti bahwa segmen Q3-Q4 mampu meresapkan debit sungai lebih besar dari segmen Q1-Q(Tanuwijaya, 2015).

Gambar 9 Diagram pencar antara debit sungai dan densitas kelurusan pada segmen Q1-Q4 zona transfer Cikapundung.

Berdasarkan garis trend pada grafik diagram pencar antara debit dan densitas kelurusan pada segmen Q1-Q4, secara umum menunjukan bahwa semakin tinggi densitas kelurusan maka semakin besar debitnya (Gambar-9). Hal ini sesuai dengan sifat zona transfer yang bertipe effluent, dimana sungai diisi oleh air tanah yang keluar dari dinding lembah berbentuk-V melalui retakan-retakan batuan. Titik-titik merah pada Gambar-9 menyatakan gejala anomali influent pada jalur sungai yang bertipe effluent, dimana debit sungai diduga terinfiltrasi melalui retakan-retakan yang memotong jalur sungai. Titik-titik merah menyatakan debit sungai yang cenderung kecil pada area yang memiliki densitas kelurusan tinggi. Indikasi adanya gejala imbuhan dapat tercermin pada kurva putus-putus yang menurun secara eksponensial, menyatakan hubungan terbalik antara debit dan densitas retakan. Semakin kecil debit sungai mengindikasikan semakin besar densitas retakannya, dan sebaliknya. Jika pengukuran debit sungai pada sub-segmen 29 hingga 42 dapat dilakukan secara lebih akurat, maka distribusi titik-titik merah pada diagram pencar diduga akan muncul lebih banyak lagi, karena merupakan sub-segmen zona transfer yang memiliki gradien terkecil dan berdensitas kelurusan tertinggi. Titik-titik hijau menyatakan debit sungai besar yang terjadi pada sub-segmen dengan densitas kelurusan sedang, artinya di lokasi ini tidak terjadi peristiwa imbuhan yang efektif. Debit-debit terukur ini lokasinya dekat dengan titik ukur terakhir Q4 dimana kondisi dasar sungai dilapisi oleh lava basal dengan gradien kemiringan sungai yang cukup tinggi. Titik-titik kuning menyatakan debit yang cukup besar pada sub-segmen yang memiliki densitas retakan tertinggi, yaitu di sub-segmen 31 (gorge). Pada area ini terdapat leuwi yang diisi oleh air tanah dengan debit cukup besar, sekitar 50-70 liter/detik. Suatu rekahan bisa berperan sebagai celah pensuplai air tanah (effluent) atau sebagai celah yang justru menginfiltrasikan air sungai (influent). Salah satu kelurusan yang memotong area gorge berperan sebagai celah pensuplai air tanah dengan debit yang cukup besar.

Gejala anomali imbuhan di segmen zona transfer dievaluasi melalui tiga titik pantau debit yaitu Q1, Q3, dan Q4. Titik Q1 merupakan titik awal pengukuran sebelum debit masuk ke sub-segmen sungai yang memiliki densitas kelurusan tertentu, dan Qmerupakan titik setelah debit melalui sub-segmen tersebut. Segmen yang dievaluasi ada dua, yaitu segmen Q1-Q3 dan segmen Q3-Q4. Segmen Q1-Q3 merupakan segmen dengan densitas kelurusan rendah dan segmen Q3-Q4 merupakan segmen dengan densitas kelurusan tinggi. Q4 adalah titik ukur debit terakhir yang digunakan untuk mengukur gejala anomali imbuhan.

Hasil-hasil pengujian secara statistik dapat dilihat pada Tabel-1. Untuk kasus 16 Maret 2015, debit rata-rata yang terukur pada titik Q1, Q3, dan Q4 masing-masing sebesar 181,665; 172,587; dan 371,821 liter/detik. Debit-debit ini sepenuhnya sudah diisolasi dari debit tambahan yang berasal dari mata air-mata air. Perbedaan debit rata-rata antara Q3 dan Q1 sebesar -9,0785 liter/detik. Nilai negatif mengindikasikan bahwa terdapat kehilangan debit sungai pada sub-segmen yang dipotong oleh kelurusan regional. Adapun untuk kasus 7 Maret 2015, perbedaan debit rata-rata antara Q3 dan Q1 sebesar -78,7033 liter/detik. Maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi gejala kehilangan debit pada sub-segmen Q1-Q3.

Perbedaan debit rata-rata antara Q4 dan Q3 pada tanggal 16 Maret 2015 sebesar 199.234 liter/detik. Karena nilainya positif, maka kesimpulannya berbeda dengan hasil pengujian pada segmen Q1-Q3. Pada segmen Q3-Q4 terdapat indikasi adanya air yang masuk secara effluent ditambah akumulasi debit yang datang dari Q3. Demikian pula untuk kasus 7 Maret 2015, sub-segmen Q3-Q4 memiliki selisih debit positif sebesar 112,467 liter/detik.

         Tabel 1  Hasil pengujian hipotesis statistik (Paired Sample T-Test 

ObservasiNMinimumMaximumMeant-testSig.
       
Panel-1a. Perbedaan Debit (N=43)
Q143170.00202.00181.665  
Q343144.66214.28172.587  
Q443334.00422.23371.821  
Q3 – Q186-47.3229.28-9.0785-2.602.013
Q4 – Q386-19.3187.71199.23446.711.000
Panel-1b. Pengujian Laju Pertambahan Debit (N=43)
∆QDR43  0.8992  
∆QDT43  0.5575  
∆QDT – ∆QDR86  -0.3417-12.513.000
Panel-2a Perbedaan Debit (N=30)
Q130160.560227.170202.723  
Q33070.680154.250124.020  
Q430198.240292.050236.487  
Q3 – Q160  -78.7033-20.658.000
Q4 – Q360  112.46724.268.000
Panel-2b. Pengujian Laju Pertambahan Debit (N=30)
∆QDR30  0.4631  
∆QDT30  0.3574  
∆QDT – ∆QDR60  -0.1057-3.183.000

Untuk mengatasi pertambahan debit, maka dilakukan proses standardisasi data dengan menggunakan laju pertambahan relatif. Laju pertambahan debit pada segmen Q1-Qyang berdensitas kelurusan rendah (QDR) sebesar 0,8992 liter/detik untuk kasus N=43. Sedangkan laju pertambahan debit pada segmen Q3-Q4 yang berdensitas kelurusan tinggi (QDT) sebesar 0,5575 liter/detik. Laju pertambahan debit pada segmen yang berdensitas kelurusan tinggi nilainya lebih kecil dari laju pertambahan debit pada segmen yang berdensitas kelurusan rendah. Selisih laju pertambahan debit antara kedua segmen tersebut (QDT-QDR) sebesar -0,3417 liter/detik.

Demikian pula untuk kasus N=30, diperoleh kesimpulan yang sama. Nilai QDR dan QDT masing-masing adalah 0,4631 dan 0,3574 liter/detik, sehingga selisih laju pertambahan debit antara kedua segmen tersebut sebesar -0,1058 liter/detik. Nilai negatif menunjukkan bahwa debit yang hilang di segmen berdensitas kelurusan tinggi lebih besar daripada di segmen yang berdensitas kelurusan rendah.

     Berdasarkan Tabel-1, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada level 1% antara debit sungai sebelum dan sesudah melalui suatu kelurusan. Nilai t-test adalah -2.602 untuk N=43, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa debit di titik Q3 secara signifikan lebih kecil daripada di titik Q1. Hasil ini mengindikasikan telah terjadi kehilangan debit di segmen Q1-Q3 yang memiliki densitas kelurusan tertentu.

Untuk kasus di segmen Q4-Q3, hasil pengujian hipotesis menghasilkan angka t-test positif sebesar 46.711 untuk N=43 dan signifikan pada level 1%. Hasil ini memberi indikasi bahwa debit sungai di titik Q4 bernilai lebih besar daripada debit sungai di titik Q3. Hasil yang tampak kontradiktif ini lebih disebabkan oleh kesulitan dalam mengontrol sistem air yang masuk (effluent) ke segmen Q3-Q4, sehingga debit yang terukur pada titik Q4 tidak sepenuhnya steril dari pengaruh masuknya debit tambahan yang berasal dari sejumlah mata air di sepanjang segmen ini.

Berdasarkan hasil pengujian, selisih debit sungai antara yang mengalir di segmen berdensitas kelurusan tinggi (Q3-Q4) dan rendah (Q1-Q3) menghasilkan angka t-test -3.183 untuk kasus N=30 dan signifikan pada level 1%. Hal ini mengindikasikan bahwa debit sungai yang melintasi segmen berdensitas kelurusan lebih tinggi akan mengalami gejala imbuhan lebih besar daripada yang melintasi segmen berdensitas kelurusan lebih rendah. Suatu kelurusan regional dapat mengindikasikan suatu retakan regional, merupakan suatu zona lemah yang secara kontinu dierosi air dan menjadi saluran yang efektif bagi pergerakan air tanah. Segmen dengan densitas kelurusan tinggi dapat memiliki konduktivitas hidraulik yang tinggi pula.

KESIMPULAN

Gejala anomali imbuhan (influent) pada zona transfer Cikapundung terjadi pada segmen sungai yang memiliki gradien kemiringan rendah, berdensitas kelurusan regional tinggi, dan berdensitas rekahan basal tinggi. Segmen yang berdensitas kelurusan tinggi mampu mengimbuhkan air lebih banyak daripada segmen yang berdensitas kelurusan rendah. Gejala kehilangan debit sungai yang bersifat alami (non rekayasa) terjadi melalui mekanisme anomali imbuhan influent.

Retakan-retakan transversal yang memotong jalur sungai merupakan zona-zona lemah yang menjadi jalur pengeluaran air tanah pada gejala effluent, atau menjadi tempat imbuhan air sungai pada gejala anomali influent.

Celah-celah kontak perlapisan pada sistem batuan komposit yang tersingkap pada lembah zona transfer dapat menjadi jalur pengeluaran air tanah pada gejala effluent, atau menjadi tempat imbuhan air sungai pada gejala anomali influent.

DAFTAR PUSTAKA

  • Bender, H. and E. Boech, 1981. Technical cooperation training in the Bandung Basin. Directorate of Environmental Geology, Indonesia – Federal Institute for Geoscience and Natural Resources, Germany. Not published, p.15-37.
  • Charlton, R. 2008. Fundamentals of Fluvial Geomorphology. New York: Routledge.
  • Healy, R.W. 2010. Estimating Groundwater Recharge. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Koesoemadinata, R.P., dan D. Hartono, 1981. Stratigrafi dan sedimentasi daerah Bandung. Bandung: Prosiding PIT X IAGI, hal.318-336.
  • Schumm, S.A. 1977. The Fluvial System. New York: John Wiley & Sons.
  • Singhal, B.B.S. and R.P. Gupta, 2010. Applied Hydrogeology of Fractured Rocks, Second Edition. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
  • Tanuwijaya, Z.A.J., 2015. Karakteristik Aliran dan Anomali Imbuhan pada Sistem Fluvial Cikapundung Utara, Bandung, Jawa Barat. Bandung: Disertasi Doktor, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran. Tidak dipublikasi.
  • Tjia, H.D. 1968. The Lembang Fault, West Java. Geologie en Mijnbouw, 47 (2), 126-130.

Post a comment

%d bloggers like this: